Oleh :

Shela Dwi Lestary Pohan, S.I.Kom, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang

Prof. Isnawijayani, M.Si., Ph.D.
Guru Besar Ilmu Komunikasi, Universitas Bina Darma

Gaya berkomunikasi adalah alat penting dalam memimpin dengan baik.
Seorang pemimpin tidak hanya membawa visi yang jelas, tetapi juga bisa menyampaikannya dengan cara yang disukai dan membangun percayaan. Dalam hal ini, Tri Rismaharini adalah contoh nyata bagaimana komunikasi yang tegas namun penuh empati bisa menjadi kunci keberhasilan dalam memimpin.

Sebagai walikota Surabaya kala itu, Risma sering turun ke lapangan, terlibat langsung dengan warga, dan memastikan kebijakan tidak hanya berhenti di tingkat pembicaraan.
Nada tegas dalam penyampaian pesan tergolong keras, tapi bukan untuk menekan, melainkan untuk membangunkan kesadaran bersama. Dalam sisi lain, sikap empatinya melalui cara berbicara dan tindakan membuat hubungan antara pemimpin dan rakyat menjadi lebih hangat, baik dengan pegawai negeri maupun warga umum.

Pendekatan ini sama dengan pemikiran James Mac Gregor Burns tentang kepemimpinan transformatif, yaitu kepemimpinan yang bisa menginspirasi orang lain untuk bekerja demi tujuan bersama.

Menurut teori ini, pemimpin transformatif memanfaatkan komunikasi bukan hanya untuk memberi perintah, melainkan untuk membentuk kesadaran, makna, dan percaya diri pada pendengarnya.

Selain itu, menurut Peter G. Northouse dalam bukunya tentang kepemimpinan, komunikasi yang efektif mengandalkan keseimbangan antara pesan rasional dan emosional.
Ketegasan membantu memberikan arah yang jelas dan konsisten, sedangkan empati memperkuat hubungan personal dan meningkatkan penerimaan terhadap pesan. Kombinasi dua hal ini membuat komunikasi pemimpin lebih meyakinkan, terpercaya, dan mampu menggerakkan orang lain.

Dampak nyata dari gaya komunikasi Risma terlihat melalui perkembangan positif yang terjadi di Surabaya, seperti peningkatan pelayanan publik, kebersihan lingkungan, dan tata kelola pemerintahan yang lebih cepat merespons kebutuhan masyarakat.
Ini menunjukkan bahwa komunikasi yang baik dalam memimpin bukan hanya keterampilan teknis, tetapi juga cara untuk membangun kepercayaan publik dan memperkuat legitimasi kepemimpinan.

Bagi mahasiswa ilmu komunikasi, studi kasus Risma mengajarkan pentingnya memahami kepemimpinan secara menyeluruh bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mengelola emosi, menunjukkan empati, dan terus menjelaskan pesan dengan jelas.
Dalam konteks kepemimpinan publik, komunikasi yang menggabungkan ketegasan dan empati bisa menjadi cara yang efektif untuk mendorong perubahan sosial yang berkelanjutan.
Dengan demikian, gaya komunikasi yang kuat dan penuh empati bukan hanya pendamping dari kepemimpinan, tetapi juga dasar utama dalam membangun kepercayaan, menggerakkan orang banyak, dan menciptakan perubahan nyata di tengah masyarakat. (*)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *